Rabu, 20 November 2013

Budaya Blora

Diposting oleh A R Y U M A di 06.18
Masyarakat Samin Blora

Di kota Blora yang indah ini, terdapat sebuah desa yang terletak sekitar 40 m ke arah selatan Blora, tepatnya di Desa Sumber, Kec. Kradenan, Kab. Blora. Untuk mencapai desa Sumber, kita dapat mengendarai motor maupun mobil.
Masyarakat disana mengikuti ajaran Samin yang disebarkan oleh Samin Surosentiko. Para masyarakat Samin lebih senang disebut ”Wong Sikep”, artinya orang yang bertanggung jawab, sebutan untuk orang yang berkonotasi baik dan jujur. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa lugu. Masyarakat Samin mempunyai adat istiadat seperti ”Dikuconi, Mitoni, Sepasaran bagi pernikahan (antar warga), Ngenger, Kenduri, Sunatan, Kerja Bakti dan Sedekah Bumi”. Orang Samin menilai pemerintah Indonesia tidak jujur, oleh karenenya, ketika menikah, mereka tidak mencatatkan dirinya di Kantor Unit Desa (KUA) atau di catatan sipil. Mereka tidak suka berdagang, karena menurut mereka berdagang adalah perbuatan yang tidak jujur (berbohong).
        Adat Dikuconi adalah syukuran yang diadakan apabila ada orang yang baru melahirkan. Mitoni adalah syukuran yang diadakan apabila seorang perempuan telah hamil selama 7 bulan. Biasanya mereka menyelenggarakan Mitoni dengan menyediakan tumpeng, kelapa muda, jenang dan dodol. Nyandran adalah upacara bersih-bersih yang diadakan sebelum bulan Ramadhan. Biasanya disertai dengan ziarah kubur ke makam leluhur mereka. Sunatan adalah suatu acara yang harus dilakukan sebuah keluarga apabila mempunyai anak lelaki yang sudah cukup umur untuk dikhitankan / disunat. Sedekah Bumi adalah syukuran yang diadakan apabila mereka mendapatkan panen yang berlimpah. Kenduri adalah acara makan-makan yang diadakan di tempat yang dianggap keramat.
        Budaya Samin Blora sangatlah unik, tetapi orangnya sangat jujur, baik, rajin, rukun antar warga, dan ramah. Budaya yang dilakukan masyarakat Samin jarang kita temui di kehidupan kita sehari-hari.



0 komentar:

Posting Komentar

 

YoomA Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos